Penumpang-penumpang Musim
Di bandara. agenda keberangkatan yang sesak sungguh kubenci warna tiket. panggilan terakhir dan gegas penumpang-penumpang musim saya tinggalkan kotamu, wahai tualang yang mencuri kesepian. lorong di hatiku ialah orang-orang yang tak saling sapa. tujuan jadi tak penting kamu dengar ada jurang yang runtuh dan ruruh di siang sempat kamu datang. di penungguan tepi jalan usang kuharap cium perpisahan. tapi permata kecil, sebuah akad tak lunas kamu hanya mengantar gemetar yang tambun; sesia yang menahun
tak perlu berlambaian, tualang
kuhitung petak-petak mengecil. sawah-sawah sayup kekanak terbuai serunai. harapan kita ketika dulu bermain saya ingin jangkrik bulan. tangkap dia sebelum senja sebelum pelangi menyungkup kota, kutunggu engkau di taman bunga duh, tualang. saya pergi bagai layang-layang waktuku genting untuk terluka. supaya kupesan keasingan ini seribu musim alasannya ialah tahun-tahun telah rabun
bernyanyilah, tualang
di titian itu. ketika burung-burung terbang dan saya makin jauh tulislah rambut panjangku dalam sajak-sajakmu. gerai rahasia hidup digagal nasib jikalau sempat pulang. kubawakan sebuah cerita, wacana tiket yang menyesal kupesan.
Payakumbuh, 2007
Puisi: Penumpang-penumpang Musim Sumber http://www.sepenuhnya.com/