Pendidikan Berkarakter Pancasila untuk Melawan Korupsi
Korupsi yakni suatu penyakit bangsa Indonesia yang sudah sangat kronis. Ibarat penyakit kanker, maka korupsi sudah kebal terhadap kemoterapi peradilan Indonesia. Para koruptor yang ketahuan mendapatkan suap seakan tidak takut bahkan tidak meratapi perbuatannya. Budaya malu pun mereka tidak punya. Lalu di mana nilai etika dan estetika yang dulu diajarkan oleh nenek moyang kita itu? Di mana budaya malu itu? Yah, sekali menjawab mereka niscaya akan menyalahkan zaman. Alasan klasik bahwa efek aneh telah membuat orang-orang berubah dan kehilangan budaya malu.
Korupsi yakni suatu tindakan yang merugikan negara. Tidak hanya rugi secara materil, tapi lihatlah jauh ke dalam. Korupsi telah merusak banyak sekali dimensi kehidupan bangsa kita. Dilihat dari perspektif ekonomi, tentu korupsi telah merugikan negara secara materil. Dilihat dari perspektif pendidikan, korupsi sudah meracuni mentalitas bangsa kita, mencoreng aksara luhur bangsa, bahkan keberlangsungan pendidikan pun terganggu oleh tindakan korupsi para opnum. Dilihat dari perspektif kesehatan, para koruptor itu seakan virus yang setiap ketika bisa menularkan penyakitnya ke rekan, kolega, patner, atau bahkan keluarganya sendiri. Sungguh virus yang amat sangat berbahaya! Dilihat dari perspektif lingkungan hidup, lihatlah para koruptor itu telah merusak tatanan dan keseimbangan hidup. Semakin banyak orang miskin di negeri ini, tapi mereka justru semakin memperkaya diri dengan cara yang tidak legal dan haram. Itulah sedikit citra perihal korupsi di negeri ini ditinjau dari banyak sekali sudut pandang. Lalu apa yang harus kita lakukan untuk menghentikan virus korupsi ini? Di sini, saya akan memperlihatkan paket obat herbal yang mungkin bisa dipakai sebagai vaksinasi pemutusan mata rantai korupsi.
Obat herbal untuk mencegah penularan virus korupsi yang saya maksud yakni pendidikan berkelanjutan yang berkarakter Pancasila. Ya, kita kembali lagi ke Pancasila! Kita ketahui pula bahwa di dalam 17 Sustainable Development Goals di antaranya terdapat pendidikan yang berkualitas. Pendidikan berkualitas yang dimaksud di dalam tujuan tersebut yakni pendidikan berkelanjutan yang adil dan berkualitas. Adil yang dimaksud yakni jaminan kesempatan mencar ilmu sepanjang hayat untuk semua rakyat tanpa kecuali. Sungguh tujuan tersebut sejalan dengan harapan bangsa Indonesia yang telah usang tertuang di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Namun, sekali lagi bangsa kita belum bisa mencapai cita-citanya. Jauh tertinggal dari bangsa lain menyerupai Malaysia yang dulunya justru mencar ilmu dari Indonesia. Begitu pula jauh tertinggal dengan Singapura yang sudah maju dalam pendidikan. Ya, apa mau dikata inilah kondisi bangsa kita. Sudah! Mari berhenti mengutuk kegelapan dan mulailah menyalakan diri untuk menjadi penerang!
Pendidikan yakni obat paling mujarab untuk mengubah segalanya. Iya, sejarah telah membuktikannya. Kita lihat saja Jepang yang bangun dari keterpurukan usai insiden bom atom oleh sekutu di Hirosima dan Nagasaki. Pertama kali yang mereka cari usai bom melanda yakni jumlah guru yang masih hidup. Itu menerangkan bahwa pendidikan amat sangat penting untuk bangun dari segalanya. Begitu juga dengan tetangga kita Malaysia, lihatlah di kala orde gres mereka banyak meminta proteksi Indonesia untuk mengirim guru ke sana. Namun lihat potret pendidikan di Malaysia kini jauh melesat meninggalkan sang gurunya. Ya itulah bukti kalau pendidikan menjadi yang utama maka akan ada sebuah perubahan yang besar terhadap suatu bangsa. Begitu juga dalam hal melawan korupsi. Mari kita gunakan pendidikan untuk melawannya!
Bagaimana melawan korupsi dengan pendidikan yaitu dengan pendidikan berkualitas yang berkarakter. Kembali lagi ke aksara luhur bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita kembali lagi bahwa setiap warga negara Indonesia niscaya mempunyai kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan pun juga harus mempunyai nilai-nilai spiritualitas yang mengajarkan anak didiknya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan. Kedekatan diri seseorang hamba dengan Tuhannya yakni pondasi utama untuk menangkal segala sikap jelek termasuk korupsi.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Pendidikan di Indonesia harus mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini, setiap anak bangsa wajib mendapatkan pendidikan yang dijamin oleh negera. Melalui pendidikan yang merakyat ini dibutuhkan ada kepedulian yang tinggi oleh rakyat dan untuk rakyat. Setiap warga negara akan memperoleh hak mencar ilmu dan bertanggung jawab untuk mengamalkan ilmunya demi kemanusiaan, kehidupan berbangsa dan bernegara yang berkeadilan.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Pendidikan harus mengajarkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa serta mengerakkan semangat nasionalisme di dalam diri setiap individu. Semangat nasionalisme yang tinggi akan membuat para generasi bangsa yang cinta dan peduli akan keberlangsungan bangsa dan negaranya. Selain itu, dengan semangat nasionalisme maka bangsa Indonesia tidak akan kehilangan jati dirinya ketika banyak efek budaya aneh yang tidak sesuai. Setiap individu akan bisa memfilter setiap efek yang masuk dengan melihat apakah efek tersebut sesuai nilai-nilai Pancasila. Jika tidak terdapat kesesuaian, maka setiap individu harus menolak efek tersebut.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Pendidikan harus bisa menumbuhkan kebiasaan luhur semangat kekeluargaan melalui musyawarah. Harapannya, ketika menjadi seorang pemimpin maka para calon generasi pemimpin bangsa bisa mendengar, melihat dan mencicipi duduk kasus serta penderitaan yang dialami bangsa untuk kemudian bisa mengatakan solusi yang berkeadilan melalui musyawarah mufakat. Sila keempat ini mengajarkan bahwa pendidikan harus bisa mencetak calon pemimpin masa depan yang mempunyai jiwa pemimpin sejati.
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Pendidikan harus mengajarkan kepada siswa untuk senantiasa menyeimbangkan antara hak dan kewajiban dalam prinsip berkeadilan sosial. Pendidikan harus bisa mengajarkan bagaimana menghargai hak orang lain dan menghindarkan diri dari sikap yang merugikan kepentingan umum. Termasuk di dalamnya perihal menghindarkan diri dari tindakan korupsi melalui aktivitas sehari-hari. Misalnya ketika ujian berlangsung, siswa harus mengedepankan prinsip kejujuran sebagai dasar sikap anti korupsi.
Implementasi dari pendidikan berkelanjutan yang berkarakter Pancasila tersebut tentunya menjadi tanggung jawab bersama antara orang tua, guru maupun seluruh lapisan elemen masyarakat. Orang renta mempunyai kiprah yang utama di dalam pendidikan anak sehingga aksentuasi dari pendidikan sejatinya yakni di dalam lingkungan keluarga. Oleh lantaran itu, kebiasaan-kebiasaan atau nilai-nilai kebaikan yang ada di dalam Pancasila sangat penting dibiasakan kepada diri anak semenjak dini. Adapun guru di sekolah dan masyarakat bertugas untuk memperkuat pendidikan yang telah diberikan orang tua. Jadi, untuk membuat generasi bangsa yang anti korupsi yakni berawal dari pendidikan oleh orang renta sehingga anak mempunyai aksara luhur sesuai dengan implementasi nilai-nilai luhur Pancasila. Selain itu, orang tua, guru dan orang yang lebih remaja lainnya harus bisa menjadi pola yang baik. Adapun banyaknya kasus-kasus korupsi yang menjadi contok jelek bagi anak perlu diberikan pendampingan dan klarifikasi kepada anak perihal ancaman laten korupsi.
BACA JUGA: MENDIDIKKAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA