Manusia ialah mahluk yang diciptakan dengan huruf unik yang tidak sanggup diduplikasi. Bahkan hasil kloning ataupun kembar identik tidak akan mempunyai huruf yang identik (sama persis). Begitulah ilmu sains menjelaskan. Di sini saya tidak akan berbicara wacana sains lebih jauh. Juga tidak berbicara wacana huruf secara spesifik alasannya berdasarkan Heraclitus “ Karakter ialah Takdir”. Terlepas dari hal tersebut, insan hidup di dunia ini butuh yang namanya eksistensi diri. Pada postingan filosofi sampah organik saya telah menyinggung bahwa insan entah jahat ataupun baik ibarat bundadari intinya diciptakan dengan fungsinya masing-masing. Apa harus semua insan baik ibarat saya? (sombong sedikit..hehehe). Tentunya tidak! Tidak ada insan baik dan jahat kalau kita menggunakan sebuah sudut pandang yang sama.
![]() |
Gambar by Austin Kleon, 2014 |
Penilaian insan sebetulnya hanyalah duduk masalah perbedaan sudut pandang. Orang jahat memandang dirinya baik dari sudut pandangnya, begitu juga sebaliknya. Orang jahat apakah tidak berkhasiat sehingga perlu dimusnahkan dari muka bumi ini pakai rudal? Tentunya tidak! Orang jahat ialah ujian bagi orang yang baik. Bagaimana saya sanggup tahu Anda baik kalau tidak ada yang jahat kepada Anda? Simplenya begitu. Itu merupakan skenario Tuhan Yang Maha Bijaksana demi membuat suatu keseimbangan.
Di mata Tuhan YME (Allah Swt) insan dinilai berdasarkan manfaatnya. Manusia boleh menentukan beliau mau eksis sebagai orang jahat atau eksis sebagai orang baik dengan konsekuensinya masing-masing. Ya kalau jahat paling-paling masuk neraka. Mau? Saya mah enggak mau, makanya saya jadi orang baik (sombong lagi..hehehe). Untuk eksis sebagai orang baik yang berkhasiat bagi agama, keluarga, nusa dan bangsa. Manusia intinya tidak perlu menjadi orang yang jenius. Ya kalau takdirnya jadi orang jenius itu merupakan poin plus yang patut disyukuri dan diamalkan. Namun, untuk menjadi insan yang baik cukuplah dengan scenius.
Di mata Tuhan YME (Allah Swt) insan dinilai berdasarkan manfaatnya. Manusia boleh menentukan beliau mau eksis sebagai orang jahat atau eksis sebagai orang baik dengan konsekuensinya masing-masing. Ya kalau jahat paling-paling masuk neraka. Mau? Saya mah enggak mau, makanya saya jadi orang baik (sombong lagi..hehehe). Untuk eksis sebagai orang baik yang berkhasiat bagi agama, keluarga, nusa dan bangsa. Manusia intinya tidak perlu menjadi orang yang jenius. Ya kalau takdirnya jadi orang jenius itu merupakan poin plus yang patut disyukuri dan diamalkan. Namun, untuk menjadi insan yang baik cukuplah dengan scenius.
Apa itu scenius? Scenius ialah sebuah pilihan hidup di mana Anda menentukan untuk berkhasiat bagi orang lain. Melakukan apapun yang bermanfaat bagi sesama insan dan mahluk ciptaan Tuhan. Terlepas Anda dianggap ada atau tiada. Tidak butuh yang namanya ratifikasi dan kebanggaan alasannya bukan itu tujuan Anda. Lalu apa tujuannya? hanya satu “menjadi orang baik yang bermanfaat”. Lalu bagaimana kalau Anda tersakiti oleh orang yang Anda bantu atau perlakukan dengan baik? Ikhlaskan. Meskipun sulit untuk ikhlas, bahkan ceramah mama dedeh pun tak gampang menolong Anda untuk ikhlas...hehehe.
Scenius ialah sebuah cara berpikir di mana insan memperlihatkan apapun yang berkhasiat bagi sesama insan sekecil apapun. Bahkan mungkin kebermanfaatan kecil dari apa yang kita berikan ke seseorang, sanggup berdampak faktual signifikan melebihi dari ekspektasi kita. Bisa jadi hal itu sangat berkhasiat atau bahkan sangat diharapkan oleh sesama. Di sisi lain seorang scenius tidak akan banyak menuntut dunia harus ibarat yang beliau harapkan. Harus memperlihatkan segala sesuatu yang beliau butuhkan. Lebih utama ialah apa yang telah diberikan. Jadi, mari menjadi orang baik yang bermanfaat bagi sesama!! BE SCENIUS yang selalu mempertanyakan “APA YANG TELAH KITA BERIKAN KEPADA DUNIA?”
Scenius ialah sebuah cara berpikir di mana insan memperlihatkan apapun yang berkhasiat bagi sesama insan sekecil apapun. Bahkan mungkin kebermanfaatan kecil dari apa yang kita berikan ke seseorang, sanggup berdampak faktual signifikan melebihi dari ekspektasi kita. Bisa jadi hal itu sangat berkhasiat atau bahkan sangat diharapkan oleh sesama. Di sisi lain seorang scenius tidak akan banyak menuntut dunia harus ibarat yang beliau harapkan. Harus memperlihatkan segala sesuatu yang beliau butuhkan. Lebih utama ialah apa yang telah diberikan. Jadi, mari menjadi orang baik yang bermanfaat bagi sesama!! BE SCENIUS yang selalu mempertanyakan “APA YANG TELAH KITA BERIKAN KEPADA DUNIA?”
Sumber https://rimatrian.blogspot.com/
Related Posts
- Daya Tahan Insan Terhadap Perubahan Dan Ketidakpastian Dalam Analisis Psikologis Normal 0 false false false IN KO AR-SA ...
- Cegah Sakit Jiwa Dengan Seni Pertunjukan Orang Abnormal (Sebuah Elegi Kehidupan) Normal 0 false false false IN KO AR-SA MicrosoftInternetExp ...
- Pentingnya Growth Mindset Dalam Proses Pendidikan Anak Normal 0 false false false IN KO AR-SA ...
- Menariknya Membaca Novel Grafis: Jurus Jitu Bagi Yang Suka Malas Baca Novel MENARIKNYA MEMBACA NOVEL GRAFIS: JURUS JITU BAGI YANG SUKA MALAS BACA NOVEL Apa yang ada dalam pikiran kalian jikalau mengetahui sebuah ka ...
- Salah Kaprah Bangsa Indonesia Melupakan Permainan Tradisional Normal 0 false false false IN KO AR-SA MicrosoftInternetExp ...
- Eksistensi Penggunaan Dialek Di Lingkungan Pesantren Eksistensi Penggunaan Dialek Di Lingkungan Pesantren Dalam kehidupan sehari-hari sebagai insan tentunya tidak lepas dari interaksi. Sebagai ...