SELF-DETERMINATION PADA ANAK USIA SD
www.riviewbuku.com |
Anak usia SD tumbuh dan berkembang dengan segala keunikan yang dimiliki. Perkembangan anak senantiasa penting untuk dikaji oleh orang bau tanah maupun guru demi memenuhi kebutuhan anak secara fisik maupun psikologis. Aspek pembelajaran pada anak usia SD juga lebih mengarah kepada bagaimana kebutuhan anak sanggup terpenuhi dengan baik, di sisi lain aspek tujuan pembelajaran menempel sebagai implementasi kurikulum. Beberapa hal yang menjadi tantangan guru di dalam mengimplementasikan pembelajaran sesuai dengan kurikulum yakni keunikan anak dengan standar kebutuhan yang berbeda-beda. Beberapa anak mempunyai motivasi diri yang tinggi untuk belajar, mendapatkan bahan yang gres dan mencapai suatu prestasi tertentu. Namun, lebih banyak siswa usia SD yang motivasi dirinya rendah dalam menghadapi tantangan baru.
Teori ihwal motivasi diri menjelaskan bahwa intinya insan terdorong untuk mencapai tujuan lantaran beberapa faktor yang berupa motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Ketika siswa mengharap penghargaan dari orang lain sehingga termotivasi untuk berprestasi, maka ia tidak akan mendapatkan hasil yang baik. Sebaliknya, siswa harus mempunyai kebebasan individu dan bertindak sesuai pilihan dengan motivasi intrinsik dalam dirinya (Vandesbos, 2008).
Dalam beberapa perkara di SD, anak menunjukkan motivasi tinggi untuk mencar ilmu dan berprestasi lantaran dorongan dari luar (motivasi ekstrinsik) menyerupai mengharap kebanggaan guru, hadiah dari orang bau tanah dan sebagainya. Penelitian Iksan (2011) menyampaikan bahwa donasi sosial terhadap siswa lebih berpengaruh pengaruhnya dibandingkan motivasi intrinsik dalam diri siswa. Hal tersebut mengindikasikan bahwa self-determination pada siswa SD masih rendah.
Dalam beberapa perkara di SD, anak menunjukkan motivasi tinggi untuk mencar ilmu dan berprestasi lantaran dorongan dari luar (motivasi ekstrinsik) menyerupai mengharap kebanggaan guru, hadiah dari orang bau tanah dan sebagainya. Penelitian Iksan (2011) menyampaikan bahwa donasi sosial terhadap siswa lebih berpengaruh pengaruhnya dibandingkan motivasi intrinsik dalam diri siswa. Hal tersebut mengindikasikan bahwa self-determination pada siswa SD masih rendah.
Deci & Ryan (dalam Moller, et. al., 2006) menjelaskan bahwa self-determination merupakan suatu keadaan yang berasal dari dalam diri individu sehingga terdorong untuk melaksanakan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya sendiri (motivasi intrinsik). Sesuai konsep self-determination, siswa dapat terdorong untuk mencari pengetahuan baru, menantang diri sendiri, menemukan hal gres yang lalu diimplementasikan dalam suatu tindakan untuk mencapai tujuan/kebutuhan. Oleh lantaran itu, self-determination sangat baik dikembangkan pada siswa SD sebagai dasar tindakan untuk mencapai tujuan belajarnya. Namun, ada hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam berbagi self-determination siswa, yaitu muculnya sikap menyimpang (misbehavior) pada diri siswa justru lantaran adanya motivasi intrinsik.
Deci & Ryan (2002) dalam konsep self-determination menjelaskan bahwa dasar motivasi intrinsik untuk sikap yang disengaja sanggup dilihat dari impian untuk memilih sendiri/kebebasan individu (autonomy), kemampuan (competence), dan korelasi (relatedness). Berdasarkan penelitian Adelman & Tailor (1990), terdapat fakta bahwa sebagian sikap menyimpang (misbehavior) di sekolah sanggup dipahami sebagai upaya siswa bertindak dengan cara meningkatkan perasaan kebebasaan diri, kompetensi dan korelasi dengan orang lain. Artinya sikap menyimpang (misbehavior) sanggup muncul lantaran adanya motivasi intrinsik dalam diri siswa. Untuk mengkaji lebih lanjut ihwal keterkaitan antara self- determination dan misbehavior akan dibahas pada postingan selanjutnya.