Sejarah Teori Bermain Dan Permainan Berdasarkan Sudut Pandang Ahli - Gasskeun Sejarah Teori Bermain Dan Permainan Berdasarkan Sudut Pandang Ahli | Gasskeun

Sejarah Teori Bermain Dan Permainan Berdasarkan Sudut Pandang Ahli

A. Sejarah Perkembangan Teori Bermain 

Awalnya kegiatan bermain belum mendapat perhatian kaitannya dengan perkembangan anak. Hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan dan kurangnya perhatian para jago psikologi terhadap perkembangan anak. Plato merupakan orang pertama yang menyadari bahwa bermain penting bagi anak lantaran adanya nilai praktis. Pendapat-pendapat lain muncul setelahnya yaitu Aristoteles beropini bahwa dari kegiatan bermain anak sanggup mempunyai impian yang akan ditekuni di dikala cukup umur nanti (Tedjasaputra, 2001). 

Pendapat Plato dan Aristoteles lalu membawa efek pada reformasi dalam pendidikan (abad 17). Pada era tersebut, pendidikan diadaptasi dengan minat dan perkembangan anak. Salah satu tokoh reformasi pendidikan, Frobel menekankan pada arti penting bermain bagi anak. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Plato dan Aristoteles bahwa bermain mempunyai nilai mudah yaitu bermain sanggup menyebarkan kemampuan dan keterampilan anak (Tedjasaputra, 2001).


Pada masa 19 merupakan awal besar studi wacana perkembangan anak sampai muncul beberapa tokoh dalam teori klasik mengenai bermain. Namun teori klasik tersebut lalu mengalami pergeseran dengan munculnya para jago teori modern wacana bermain. Perbedaan kedua jenis teori bermain ini terletak pada bagaimana para jago menyimpulkan tujuan dan tugas bermain bagi anak (Tedjasaputra, 2001)

B. Teori-Teori Bermain 


1. Teori Klasik

Teori klasik mengenai bermain dikelompokkan menjadi dua yaitu surplus energi dan teori rekreasi serta teori rekapitulasi dan praktis. Schiller dan Spencer mengajukan teori surplus energi yang menjelaskan bahwa kegiatan bermain terjadi lantaran adanya kelebihan energi pada anak. Pendapat lain yang berbeda yaitu teori rekreasi menjelaskan bahwa bermain ialah kegiatan untuk memulihkan energi yang sudah terkuras dikala bekerja. Teori ini lebih memandang bermain sebagai sarana hiburan atau pelepas lelah usai bekerja (Tedjasaputra, 2001). 


G. Stanley Hall memandang perkembangan anak dan bermain dari sisi teori evolusi. Hall mengemukakan teori rekapitulasi yaitu bermain dianggap sebagai perkembangan anak untuk mengulangi pengalaman-pengalaman nenek moyang sehingga anak menjadi terampil. Teori mudah lalu diajukan oleh Karl Groos yang meyakini bahwa bermain sanggup memperkuat instink yang diperlukan untuk hidup di masa depan. Dalam hal ini, bermain sanggup diartikan sebagai sarana latihan dan menyebarkan keterampilan anak (Tedjasaputra, 2001). 


2. Teori Modern 

Teori modern wacana bermain lebih menekankan pada manfaat bermain bagi perkembangan anak. Teori psikoanalisa oleh Sigmun Freud menyatakan bahwa bermain sanggup mengeluarkan perasaan negatif pada anak menyerupai pengalaman traumatik dan harapan-harapan yang tidak terwujud dalam dunia nyata. Dalam hal ini, bermain sanggup dijadikan sarana untuk menyalurkan emosi negatif menyerupai murka sehingga timbul perasaan lega (Tedjasaputra, 2001). 

Teori modern yang lain yaitu teori kognitif. Para jago teori kognitif mempunyai pandangan yang berbeda-beda wacana bermain. Jean Piaget memandang bahwa pada kegiatan bermain anak tidak berguru sesuatu yang baru, tetapi mempraktikan keterampilan yang gres diperoleh. Piaget meyakini bahwa taraf kecerdasan seorang anak akan mensugesti kegiatan bermainnya (Tedjasaputra, 2001). 

Ahli teori kognitif lainnya, Lev Vygotsky meyakini bahwa bermain mempunyai tugas eksklusif terhadap perkembangan kognitif seorang anak. Vygotsky meyakini bahwa bermain juga mempunyai tugas penting bagi perkembangan sosial dan emosional anak. Ketiga aspek perkembangan (kognitif, sosial, dan emosional) saling mendukung (Tedjasaputra, 2001). 

Jerome Bruner ialah jago kognitif lain yang menawarkan pemfokusan pada fungsi bermain yaitu sebagai upaya untuk menyebarkan kreativitas dan fleksibilitas anak. Bermain sangat bekerjasama dengan naratif yaitu bagaimana anak mempresentasikan pengetahuan dalam intensionalitas dan kesadarannya. Sejalan dengan pendapat Bruner, Smith mengemukakan bahwa bermain menawarkan banyak sekali kemungkinan anak untuk sanggup memilih bermacam pilihan dan mengatur fleksibilitas secara baik. Fungsi bermain berdasarkan Smith ialah sebagai aktualisasi potensi otak lantaran menyimpan banyak sekali macam pilihan yang sudah ada di dalam otak. Pendapat lain yaitu Singer menyatakan bahwa bermain ialah suatu cara bagia anak untuk memajukan kecepatan masuknya stimulasi, baik dari dunia luar maupun dari kegiatan otak atau rekam pengalaman-pengalamannya (Tedjasaputra, 2001). 


C. Pengertian Bermain dan Permainan 

Bermain ialah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memberi gosip dan menyebarkan imajinasi dalam suasana yang menyenangkan bagi anak. Kegiatan bermain sanggup dilakukan memakai alat permainan maupun tidak (Sudono, 2000). Bermain merupakan kegiatan yang dipilih sendiri oleh anak lantaran menyenangkan, bukan untuk mendapat hadiah atau pujian. Bermain sangat penting bagi anak menyerupai halnya kebutuhan makanan sehat dan bergizi bagi perkembangan anak. Permainan ialah media bagi anak untuk bermain. Setiap permainan mempunyai karakteristik, tujuan dan fungsi yang berbeda (Fatimaningrum, 2008). 

D. Manfaat Bermain bagi Anak 

Manfaat bermain dari banyak sekali aspek perkembangan anak ialah sebagai berikut. 
1. Fisik – Motorik : Anak terlatih motorik bernafsu dan halusnya serta otot-otot badan terbentuk dengan baik.
2. Sosial – Emosional : Mendorong anak meninggalkan pola pikir egosentris lantaran anak mulai bersosialisasi.
3. Kognitif : Bermain sanggup meningkatkan kemampuan konsentrasi anak, meningkatkan kemampuan anak dalam memecahkan masalah, juga meningkatkan kreativitas anak (Fatimaningrum, 2008). 

E. Tahapan-Tahapan Perkembangan Bermain bagi Anak Usia Dini 

Berikut tahapan-tahapan perkembangan bermain pada AUD. 
1. Anak usia 1-2 th (bermain eksplorasi) : Anak mulai tertarik mengeksplorasi lingkungannya.
2. Anak usia 2-3 th (diperkenalkan permainan konstruktif) : Anak diperkenalkan dengan permainan beraneka macam bentuk.
3. Anak usia 3-4 th (permainan dengan hukum sederhana) : Anak diperkenalkan dengan permainan yang memakai aturan-aturan sederhana.
4. Anak usia 4-5 th (bermain secara berkelompok) : Anak mulai meninggalkan kegiatan bermain yang bersifat soliter/sendirian (Fatimaningrum, 2008). 

F. Prinsip dan Tujuan Bermain

Prinsip bermain bagi anak usia dini yaitu. 
1. Disesuaikan dengan usia, minat, kemampuan, bakat, dan tingkat perkembangan yang berbeda-beda pada setiap anak.
2. Bermain sanggup menawarkan pengalaman nyata bagi masing-masing anak sehingga anak termotivasi memperoleh pengalaman berguru yang bermakna.
3. Proses bermain dilakukan dalam suasana gembira, bebas dari rasa takut akan salah, tidak ada paksaan, boleh beropini dan keinginan antara belum dewasa dengan temannya (Fatimaningrum, 2008). 

Tujuan bermain bagi anak usia dini yaitu. 
1. Anak merasa senang.
2. Anak berlatih memakai seluruh inderanya.
3. Anak aktif melaksanakan kegiatan.
4. Anak berguru bekerjasama, berkomunikasi, dan berguru memecahkan masalah.
5. Mengembangkan rasa ingin tahu, harga diri, percaya diri, dan anak berguru menyebarkan nilai-nilai.
6. Anak memperoleh pengalaman nyata.
7. Anak menuju kemandirian (Fatimaningrum, 2008). 


G. Metode-Metode dalam Bermain 
1. Bermain seorang diri yaitu anak bermain seorang diri tanpa menghiraukan sekitarnya.
2. Bermain paralel yaitu anak bermain secara berkelompok tetapi masing-masing anak bermain sendiri-sendiri.
3. Bermain asosiatif yaitu anak bermain bersama tetapi tidak ada aturan.
4. Bermain kooperatif yaitu anak mempunyai tugas tertentu dalam bermain bersama (Fatimaningrum, 2008).


H. Peran Pendidik dalam Kegiatan Bermain Anak Usia Dini 

1. Sebagai pengamat : mengamati interaksi anak ketika bermain
2. Sebagai elaborator : menyediakan alat bermain, mengajukan pertanyaan yang merangsang daya pikir serta berpura-pura sebagai pasien.
3. Sebagai model : turut bermain bersama belum dewasa untuk menawarkan pola yang benar.
4. Sebagai evaluator: menilai apakah kegiatan bermain telah memenuhi kebutuhan anak serta sejauh mana anak sanggup menyebarkan kemampuannya. 


Daftar Rujukan 

Fatimaningrum, A. S. 2008. Kajian Psikologis dalam Pemilihan Permainan Kreatif yang Merangsang Perkembangan Anak Usia Dini, (Online), (http://uny.ac.id), diakses 8 Oktober 2015.

Sudono, A. 2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Grasindo.

Tedjasaputra, M. S. 2001. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: PT. Grasindo. 



Sumber https://rimatrian.blogspot.com/

Related Posts