Analisis Problematika Pendidikan Di Indonesia Dalam Kurikulum 2013 Dan Solusinya - Gasskeun Analisis Problematika Pendidikan Di Indonesia Dalam Kurikulum 2013 Dan Solusinya | Gasskeun

Analisis Problematika Pendidikan Di Indonesia Dalam Kurikulum 2013 Dan Solusinya

Analisis problematika bidang studi kelas 1, 2, 3, 4 dan 5 dalam kurikulum 2013 dan solusinya



Dalam pelaksanaan kurikulum 2013 memang terdapat beberapa problema, baik di kelas rendah (1, 2 dan 3) maupun kelas tinggi (4, 5 dan 6). Problematika yang muncul tersebut berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaian. Dalam perencanaan, problema yng mucul yaitu sulitnya guru merencanakan pembelajaran yang sesuai dengan buku siswa lantaran belum adanya silabus yang betul serta adanya perbedaan abjad tiap sekolah. Di mana tiap sekolah di kawasan tentunya mempunyai lingkungan yang berbeda dan setiap konten yang dibahas di dalam tema terkadang kurang cocok dengan latar belakang lingkungan sosial. Hal tersebut tentunya membutuhkan perhatian khusus guru dalam merencanakan pembelajaran, di mana guru sanggup memperlihatkan keterangan lebih lanjut berkaitan dengan konten tersebut.
Kesulitan yang lain ketika perencanaan yaitu pada ketika guru mengintegrasikan kompetensi dasar dari banyak sekali mata pelajaran. Beberapa KD terkadang tidak sanggup diintegrasikan dengan KD mata pelajaran yang lain, namun di dalam buku siswa KD tersebut terkesan dipaksakan sehingga tetap harus diajarkan. Solusi untuk persoalan tersebut, guru harus cerdik dan mempunyai pengetahuan yang luas sehingga guru secara kreatif sanggup mengintegrasikan KD semua mata pelajaran dengan tepat. Adapun jikalau KD tidak sanggup diintegrasikan, maka guru tidak perlu memaksakan. Khusus untuk KD tersebut sanggup diajarkan tersendiri kepada siswa.
Pada ketika pelaksanaan, permasalahan yang muncul yaitu kebingungan guru dalam mengimplementasikan kurikulum 2013.

Peralihan dari pembelajaran yang berbasis mata pelajaran ke pembelajaran terpadu tentunya menciptakan guru resah ketika akan mengajar, sehingga pada umumnya pembelajaran tematik integratif yang dibutuhkan di dalam kurikulum 2013 belum terealisasi dengan baik. Kebingungan tersebut tentunya juga terjadi di kalangan siswa, di mana siswa tidak sanggup menangkap dengan baik apa yang sedang mereka pelajari. Kondisi ini tentunya perlu segera diperbaiki. Solusi dalam persoalan tersebut di antaranya yaitu melalui acara pembinaan kurikulum 2013 untuk para guru secara berkesinambungan. Guru juga perlu diikutsertakan di dalam seminar-seminar nasional yang mengangkat tema kurikulum 2013 sehingga guru mempunyai pengetahuan yang mendalam berkaitan dengan kurikulum 2013. Guru juga sanggup melakukan sharing di dalam lembaga seminar-seminar tersebut, serta sanggup menanyakan pribadi pada para jago wacana kesulitan yang dihadapi. Kegiatan sharing tersebut juga sanggup dilakukan di dalam lembaga guru.
Di dalam penilaian, kesulitan yang dialami yaitu sulitnya untuk menilai segala aspek baik kognitif, afektif maupun psikomotor. Guru SD merupakan guru kelas yang harus mengajar sendiri di kelas. Misalnya untuk mengamati hasil berguru afektif siswa selama pembelajaran tentunya kemampuan guru sangat terbatas, di mana guru harus mengamati lebih dari 20 siswa tiap kelas. Kemampuan mengamati guru yang terbatas tersebut pada jadinya akan mengakibatkan hasil evaluasi guru kurang otentik. Solusi untuk permasalahan ini, sebaiknya pelaksanaan kurikulum 2013 ini dilaksanakan dengan berbasis lesson study atau team teaching sehingga proses evaluasi terhadap diri siswa sanggup terekam dengan baik melalui beberapa observer
 Baca: DAMPAK PERUBAHAN KURIKULUM 2013 EDISI REVISI DI INDONESIA
Analisis problematika kurikulum 2006 dan mengapa diganti kurikulum 2013
Kurikulum 2006 pada ketika ini memang dianggap masih mempunyai beberapa kelemahan yang perlu untuk diperbaiki, di antaranya yaitu.
Ø  Kurikulum 2006 belum sepenuhnya berbasis kompetisi sesuai tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Ø  Kompetensi 2006 belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan dan pengetahuan.
Ø  Beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi, pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan), belum terakomodasi didalam kurikulum 2006.
Ø  Kurikulum 2006 belum peka dan tanggapan terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional maupun global.
Ø  Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pengajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru.
Ø  Standar evaluasi belum mengarahkan pada evaluasi berbasis pada kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berskala.
Ø  Kurikulum 2006 memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci semoga tidak mengakibatkan multi tafsir.
Oleh alasannya yaitu itu, beberapa kelemahan dalam kurikulum 2006 (KTSP) tersebut disempurnakan di dalam kurikulum 2013 sebagai berikut.
Ø  Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi (sikap, pengetahuan, keterampilan).
Ø  Mata pelajaran dirancang terkait satu dengan yang lain dan mempunyai kompetensi dasar yang diikat oleh kompetensi inti tiap kelas.
Ø  Bahasa Indonesia sebagai penghela mata pelajaran lain (sikap dan keterampilan bahasa).
Ø  Semua mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan yang sama (saintifik) melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar, dll.
Ø   Bermacam jenis konten pembelajaran diajarkan terkait dan terpadu satu sama lain (cross curriculum atau integrated curriculum), konten ilmu pengetahuan diintegrasikan dan dijadikan pelopor konten pembelajaran lainnya.
Ø  Penilaian kurikulum 2013 merupakan evaluasi otentik  yang mengukur segala aspek kemampuan siswa baik kognitif, afektif, maupun psikomotor siswa.
Ø  Penilaian dilaksanakan baik pada proses maupun hasil berguru dengan memakai banyak sekali instrumen evaluasi yang reliabel dan terstandar.
Komparasi kelebihan dan kelemahan model evaluasi kurikulum 2006 dan kurikulum 2013
a.      Peniaian dalam kurikulum 2006
Penilaian dalam kurikulum 2006 intinya sudah menuju ke arah evaluasi autentik, namun pada pelaksanaannya masih belum terlaksana. Penilaian pada kurikulum 2006 masih terbentur dengan beberapa persoalan (kelemahan) subtansial sebagai berikut.  
a)      Penilaian belum sepenuhnya berbasis kompetisi sesuai tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
b)      Penilaian belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan dan pengetahuan.
c)      Instrumen evaluasi belum menyajikan suatu kondisi yang memerlukan kepekaan dan tanggapan terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional maupun global.
d)     Standar evaluasi belum mengarahkan pada evaluasi berbasis pada kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berskala.
Kelebihan dari kurikulum 2006 yaitu evaluasi sanggup dilakukan dengan gampang oleh guru lantaran tidak memerlukan banyak instrumen yang bermacam-macam sehingga hanya terfokus pada satu jenis evaluasi yaitu tes. Dalam hal ini sanggup diartikan bahwa evaluasi terealisasi dengan baik pada ranah kognitif. Jika merujuk pada evaluasi kurikulum 2006 yang mana merupakan evaluasi berbasis kelas maka bekerjsama konsep evaluasi tersebut sudah cukup baik. Adapun konsep evaluasi berbasis kelas antara lain memaparkan sebagai berikut.
a)      Dalam evaluasi berbasis kelas, pengumpulan data sebagai gosip kemajuan belajar  baik formal maupun informal harus selalu dilaksanakan dalam suasana yang  menyenangkan. Hal ini memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa untuk memperlihatkan apa yang dipahami dan bisa dikerjakannya.
b)      Hasil berguru yang dicapai oleh siswa tidak untuk dibandingkan dengan hasil  belajar siswa lain ataupun prestasi kelompok, tetapi dengan prestasi atau kemampuan yang dimiliki sebelumnya; atau       dengan kompetensi yang dipersyaratkan. Dengan  demikian  siswa  tidak  terdiskriminasi  dalam pembagian terstruktur mengenai lulus atau tidak lulus, pandai atau bodoh, bisa masuk ranking berapa, dan  sebagainya, tetapi lebih diarahkan pada fungsi motivasi, dan pinjaman semoga siswa sanggup mencapai kompetensi yang dipersyaratkan.
c)      Pengumpulan  informasi  harus  dilakukan dengan memakai banyak sekali cara penilaian, dilakukan secara berkesinambungan sehingga citra kemampuan siswa sanggup lebih lengkap terdeteksi, dan terpotret secara akurat.
d)     Dalam  pelaksanaannya  siswa  tidak  sekedar  dilatih  memilih  jawaban  yang tersedia,  tetapi lebih dituntut untuk sanggup mengeksplorasi dan memotivasi diri untuk  mengerahkan potensinya dalam  menanggapi  dan  memecahkan  masalah yang  dihadapi  dengan  caranya  sendiri  dan  sesuai  dengan  pengetahuan  dan kemampuan yang dimiliki.
e)      Proses pengumpulan gosip secara terencana,  bertahap, dan  berkesinambungan,  agar sanggup ditentukan ada tidaknya kemajuan belajar  yang dicapai siswa dan perlu tidaknya siswa diberikan bantuan. Dengan demikian  siswa diberi kesempatan  memperbaiki prestasi belajarnya, dengan pemberian pinjaman dan bimbingan yang sesuai.
f)       Penilaian dilaksanakan  ketika  proses berguru mengajar (PBM)  sedang  berlangsung  (penilaian  proses) dan sehabis PBM.  Hasil kerja atau karya siswa dikumpulkan dalam portofolio. Karya tersebut  dapat juga bersumber dari PBM atau berasal dari banyak sekali acara ekstrakurikuler, acara sekolah, acara OSIS, acara lomba antar sekolah, bahkan  kegiatan  hobi  pribadi.  Dengan  demikian,  penilaian  kelas  mengurangi dikhotomi antara PBM dan acara evaluasi serta antara acara intrakurikuler dan acara kukurikuler dan ekstrakurikuler.
g)      Kriteria evaluasi karya siswa sanggup dibahas, dikompromikan antara guru dengan para   siswa   sebelum   karya   itu   mulai   dikerjakan. Dengan   demikian   siswa mengetahui   kriteria  yang  akan  digunakan  dalam penilaian,  agar  berusaha mencapai impian (expectations) (standar yang dituntut) guru, dan mendorong siswa  untuk  mengarahkan  karya-karyanya  sesuai  dengan  kriteria  yang  telah disepakati.

b.      Penilaian dalam kurikulum 2013
Rincian sasaran dan teknik evaluasi dalam kurikulum 2006 tidak spesifik dan operasional sehingga perlu disempurnakan sebagaimana yang dinyatakan dalam Permendikbud No. 104 tahun 2014, yaitu sasaran evaluasi proses dan hasil berguru meliputi kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan dengan mengacu pada SKL, KI dan KD yang dideskripsikan dalam setiap jenjang pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA). Oleh lantaran itu, evaluasi dalam kurikulum 2013 jenis evaluasi yang dipakai yaitu evaluasi otentik. Penilaian otentik sanggup menilai target-target berguru berikut.
Ø  Penalaran: Target daypikir dan keterampilan memecahkan persoalan sanggup dinilai dengan evaluasi kinerja  melalui pemberian persoalan yang kompleks yang harus dipecahkan siswa. Siswa harus terlibat dalam berfikir dan proses daypikir yang melibatkan beberapa langkah.
Ø  Keterampilan: Kekuatan evaluasi kinerja yaitu kemampuannya untuk menilai siswa dalam mempertunjukkan keterampilan-keterampilan tertentu: Aktivitas yang ditampilkan siswa sanggup dijadikan sasaran asesmen menyerupai keterampilan berkomunikasi ataupun keterampilan manual siswa.
Ø  Produk: Kekuatan lain dari evaluasi kinerja yaitu untuk menilai pencapaian daya cipta siswa yang bekerjasama dengan produk. Kualitas produk memperlihatkan hasil kinerja siswa menurut standar tertentu. Produk sanggup berupa paper, laporan penelitian, bentuk kerajinan dan produk-produk dari suatu keterampilan.
Ø  Afektif : Aspek afektif menyerupai sikap, nilai, minat, motivasi, pilihan, dan konsep diri didasarkan pada tindakan siswa atau apa yang kita lihat pada produk yang diciptakan siswa, maka dari itu evaluasi kinerja sanggup dipakai pula untuk menilai aspek-aspek afektif.
b.      Penilaian dalam kurikulum 2013
Rincian sasaran dan teknik evaluasi dalam kurikulum 2006 tidak spesifik dan operasional sehingga perlu disempurnakan sebagaimana yang dinyatakan dalam Permendikbud No. 104 tahun 2014, yaitu sasaran evaluasi proses dan hasil berguru meliputi kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan dengan mengacu pada SKL, KI dan KD yang dideskripsikan dalam setiap jenjang pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA). Oleh lantaran itu, evaluasi dalam kurikulum 2013 jenis evaluasi yang dipakai yaitu evaluasi otentik. Penilaian otentik sanggup menilai target-target berguru berikut.
Ø  Penalaran: Target daypikir dan keterampilan memecahkan persoalan sanggup dinilai dengan evaluasi kinerja  melalui pemberian persoalan yang kompleks yang harus dipecahkan siswa. Siswa harus terlibat dalam berfikir dan proses daypikir yang melibatkan beberapa langkah.
Ø  Keterampilan: Kekuatan evaluasi kinerja yaitu kemampuannya untuk menilai siswa dalam mempertunjukkan keterampilan-keterampilan tertentu: Aktivitas yang ditampilkan siswa sanggup dijadikan sasaran asesmen menyerupai keterampilan berkomunikasi ataupun keterampilan manual siswa.
Ø  Produk: Kekuatan lain dari evaluasi kinerja yaitu untuk menilai pencapaian daya cipta siswa yang bekerjasama dengan produk. Kualitas produk memperlihatkan hasil kinerja siswa menurut standar tertentu. Produk sanggup berupa paper, laporan penelitian, bentuk kerajinan dan produk-produk dari suatu keterampilan.
Ø  Afektif : Aspek afektif menyerupai sikap, nilai, minat, motivasi, pilihan, dan konsep diri didasarkan pada tindakan siswa atau apa yang kita lihat pada produk yang diciptakan siswa, maka dari itu evaluasi kinerja sanggup dipakai pula untuk menilai aspek-aspek afektif.
Dalam memakai evaluasi kinerja terdapat perkiraan pokok yang harus diyakini guru, yaitu: 1) partisipasi aktif siswa; 2) kiprah merupakan bab yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses pembelajaran; 3) evaluasi dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran; 4) siswa turut berupaya dalam mencapai tujuan pembelajaran. Penilaian otentik yang dimaksud dalam kurikulum 2013 meliputi kombinasi  berbagai jenis penilaian, yaitu:  penilaian perilaku dan kinerja/keterampilan siswa melalui pengamatan (menggunakan lembar pengamatan), evaluasi perilaku melalui evaluasi diri dan evaluasi antar teman,penilaian melalui tugas-tugas (task) yang diberikan pada proses dan sehabis pembelajaran, tes tertulis dan verbal serta evaluasi portofolio. Dengan demikian, banyak sekali jenis evaluasi yang diuraikan di atas, dalam evaluasi proses dan hasil berguru dilakukan secara komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang dinilai. Tujuan penggunaan banyak sekali jenis penilain tersebut tak lain yaitu semoga mendapat citra yang faktual mengenai kompetensi siswa, sehingga sanggup dijadikan sebagai sumber data yang akurat dan valid dalam pengambilan keputusan pendidikan.
Penilaian otentik melibatkan dua komponen yang harus ada, yaitu suatu kiprah (task) bagi para siswa (untuk menampilkan kinerja atau hasil karya), dan sebuah kriteria evaluasi atau rubrik (rubrics) yang akan dipakai untuk menilai penampilan menurut kiprah tersebut serta rubrik yang sanggup menilai proses.

Banyaknya rubrik yang harus dilengkapi dan dipakai oleh guru dalam menilai siswa tentunya akan menjadi kesulitan tersendiri. Seperti yang diketahui bahwa guru kelas SD di Indonesia mengajar sendirian dalam satu kelas, sehingga dalam menilai siswa pun harus dilakukan sendirian. Tuntutan evaluasi dalam kurikulum 2013 mengharuskan guru menilai segala aspek berguru baik kognitif, afektif maupun psikomotor atau lebih dikenal dengan evaluasi otentik. Dengan keterbatasan waktu dan tenaga guru, tentunya segala macam evaluasi yang dimaksud dalam kurikulum 2013 tersebut tidak sanggup terealisasi dengan baik oleh guru secara individu, sehingga perlu dilakukan secara team.

Sumber https://rimatrian.blogspot.com/

Related Posts

Matikan AdBlock

Agar blog Ini tetap berjalan, matikan AdBlock atau masukkan blog ini ke dalam whitelist.
Terima kasih.