Mengalisis penggunaan beberapa software plagiarsm checker di dalam bidang kepenulisan memang sangat menarik, bukan hanya seberapa signifikan tingkat keakuratan kinerja software tersebut yang sanggup kita bahas. Jika ditelisik lebih jauh, penggunaan software tersebut yakni sebagai upaya untuk menghentikan segala tindak plagiat dalam dunia kepenulisan ilmiah, terutama dalam menulis artikel jurnal, modul, buku refrensi, skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya. Software anti plagiarsm diperlukan bisa memfilter tulisan-tulisan yang mengandung unsur plagiat. Beberapa perguruan tinggi ketika ini aktif memakai software tersebut di dalam segala acara akademik, ibarat dalam penulisan skripsi, tesis, dan karya ilmiah dosen. Menarik memang bila hal tersebut berhasil menanggulangi mental plagiat.
Seberapa efektif software plagiarsm checker bisa membangun mental anti plagiat? Apakah hanya sanggup menangkal tindakan plagiat? Kedua pertanyaan tersebut penting untuk kita bahas. Seyogyanya di dalam bidang kepenulisan ilmiah setiap orang harus sadar dan tau betul bahwa tindakan plagiat yakni sesuatu yang haram. Namun, sebagian besar orang nyatanya masih banyak yang melakukan, meskipun tahu bahwa tindakan tersebut tidak etis. Mental plagiat ibarat sudah menempel bersahabat di dalam kehidupan akademik dan kepenulisan ilmiah. Jika dianalisis penggunaan software plagiarsm checker memang sangat mendukung peningkatan kualitas penulisan karya ilmiah dengan cara memfilter segala tindak plagiat. Namun, yang menjadi kegelisahan bangsa ini yakni apakah penggunaan aneka macam software plagiarsm checker tersebut bisa membangun budaya anti plagiat. Mengingat mentalitas seseorang tidak sanggup dibuat melalui penggunaan sebuah software. Semua harus dimulai dengan pembentukan huruf semenjak dini.
Baca juga: PEMANFAATAN E-LEARNING DALAM TUMBUH KEMBANG PENGALAMAN BELAJAR KREATIF
Mengajarkan anak semenjak dini untuk menghindari tindakan plagiat dalam berkarya merupakan salah satu bentuk untuk mendorong mental anti plagiat. Selain itu, kreativitas akan muncul sesuai dengan huruf masing-masing individu, artinya dalam berkarya kita harus menjadi diri sendiri. Mengajarkan anti plagiat juga langkah awal mengajarkan kepada anak untuk jauh dari tindak korupsi. Mengapa demikian? Saat mengambil ide atau hak cipta karya seseorang, kita sama dengan mencuri. Maka perlu diperjelas bahwa tindakan plagiat sudah selayaknya dijauhkan dari dunia akademik dan dunia berkarya. Terinspirasi boleh, namun kita tetap harus menjadi diri sendiri ketika berkarya. Karya yang mahir yakni yang mengatakan jati diri kita.
Sumber https://rimatrian.blogspot.com/